INSIDENNEWS.com, PAREPARE– Salah satu pengembang perumahan di Parepare, Sulawesi Selatan, menjadi sorotan publik, khususnya warga sekitar lokasi pembangunan di Jalan Syamsul Bahri, Kelurahan Labukkang, Kecamatan Ujung Kota Parepare. Pasalnya, pengerukan lahan untuk proyek tersebut dilakukan tanpa izin lingkungan yang diperlukan.
Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Kota Parepare, Arhamdi, mengungkapkan hal tersebut pada Jumat (31/5/2024).
“Belum ada persetujuan lingkungan. Belum ada izin lingkungan, dan tidak akan ada kegiatan yang sifatnya konstruksi atau segala macam sebelum itu terbit. Terbit izin lingkungan, pihak pengembang masih harus dulu mengurus persetujuan gedungnya, yaitu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Dan izin lingkungan tidak bisa keluar, apabila Analisis Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Amdalalin) belum ada,” jelasnya.
Masyarakat setempat berharap pihak berwenang dapat bertindak cepat dan tegas dalam menangani hal ini demi menjaga kelestarian lingkungan dan kenyamanan bersama. Salah satu warga, Bahar, menyatakan bahwa pembangunan perumahan ini berbeda dengan yang lain karena lokasinya berada di area permukiman.
“Bukan kami protes, namun kami mencari solusi bagaimana supaya masyarakat area sini aman soal bahayanya, karena bangunan ini berbeda. Karena daerah ini bukan pegunungan, dan di lokasi ini area permukiman jadi resikonya berbahaya, karena pembatas tanah yang mereka bangun itu terlalu tinggi,” ujarnya.
Bahar menambahkan, warga merasa terancam, terutama karena pembatas tanah yang dibangun pengembang terlalu tinggi dan berdekatan dengan jalan umum.
“Coba dilihat sendiri bangunan pembatas tanah yang mereka bangun, ini terlalu tinggi. Jadi resikonya kami ini terancam masalah bahaya, bukan kami mendoakan namun harus dihindari sebelum terjadi. Menurut pengembang mungkin bagus, tetapi menurut kami disini, ini sangat membahayakan, dan kami berharap pembangunan ini baik kepada pengembang juga baik kepada masyarakat sekitar,” tegasnya.
Arhamdi menjelaskan, pada Rabu (22/5/2024), telah diadakan pembahasan formulir di DLH, salah satu keputusannya adalah kesepakatan dengan pihak pengembang untuk menghentikan kegiatan kecuali pembuatan talud.
“Namun seandainya memang lokasinya tidak memungkinkan bahwa harus dihentikan secara total, maka dihentikan secara total. Tetapi siapa yang akan bertanggungjawab kalau datang hujan tiba-tiba dan tiba-tiba longsor. Makanya dikasih keputusan seperti itu, jadi kita perhatikan itu semua, makanya keputusannya hanya pembuatan talud saja,” jelasnya.
Salah satu keputusan rapat juga, lanjut Arhamdi, adalah tidak akan memproses persetujuan lingkungan jika belum ada pernyataan yang ditandatangani oleh warga dan pihak pengembang terkait ganti rugi yang disiapkan oleh perusahaan jika terjadi kerugian pada warga sekitar.
“Supaya ada pegangan. Jadi kalau tiba-tiba misalnya ada kerugian, ada masyarakat yang merasa dirugikan, cukup saya memperlihatkan pernyataan yang sudah ditandatangani oleh warga dengan pihak pengembang,” tegasnya.(*)